KISAH CINTA ALI BIN ABI THALIB DAN FATIMAH, PUTRI RASULULLAH SAW


Inilah kisah cinta Ali bin Abi Thalib dən Fatimah, Putri Nabi Muhammad SAW. Sebuah kisah cinta yg sudah lama terpendam, sangat terjaga kerahasiaannya, baik dalam kata, sikap maupun ekspresi. Bahkan konon syaitan pun tak bisa mengendus rahasia cinta itu. Mereka bisa menjaga izzah atau kehormatan mereka, hingga Allah SWT menghalalkannya. Maa Syaa Allah. Baiklah....

Selamat Membaca !

Ali bin Abi Thalib adalah sepupu dən salah satu sahabat istimewa di mata Rasulullah SAW. Selain beliau tinggal langsung bersama Rasulullah, beliau juga seorang pemberani yg pernah menggantikan posisi tidur Rasulullah disaat hijrah dən merupakan seorang mujahid perang yg gagah.

Sementara Fatimah, adalah putri Rasulullah SAW yg taat, penyayang dən sangat peduli pada Rasulullah SAW, selalu ada disamping ayahandanya dalam setiap rentetan kisah perjuangan sang ayah membumikan nilai-nilai islam di tengah2 kafir Quraisy.

Sebenarnya, Ali sudah menyukai Fatimah sejak lama. Wajar saja, karena kecantikan putri Rasulullah ini tak hanya jasmaninya saja. Kecantikan ruhaninya bahkan melintasi batas hingga langit ketujuh. Namun kendalanya adalah perasaan rendah dirinya, apakah mampu ia membahagiakan putri Rasulullah dgn keadaannya yg serba terbatas. Demikian kira-kira perasaan yg ada pada diri Ali bin Abi Thalib saat itu.

Pada suatu ketika, Fatimah dilamar oleh seorang laki-laki yg selalu dekat dgn Nabi. Ia telah mempertaruhkan kehidupannya, harta dən jiwanya utk Islam, menemani perjuangan Rasulullah SAW sejak awal-awal risalah Islam.

Dialah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Tapi entah kenapa, mendengar berita ini Ali tersentak jiwanya, muncul rasa aneh yg diapun tak mengerti. Ali merasa diuji, karena merasa apalah arti dirinya jika dibanding dgn kedudukan Abu Bakar disisi Nabi.

Ya. Ali merasa belum ada apa-apanya bila dibanding dgn perjuangan Abu Bakar Ash Shiddiq dalam menyebarkan risalah Islam. Entah sudah berapa banyak tokoh-tokoh bangsawan dən saudagar Makkah yg masuk Islam karena sentuhan dakwahnya. Sebutlah ‘Utsman, ‘Abdurrahman bin auf, Thalhah, Zubair, Sa’d bin Abi Waqqash, Mush’ab. Ini yg tak mungkin dilakukan oleh anak-anak seperti Ali. Tak sedikit juga para budak yg dibebaskan oleh Abu Bakar; sebutlah Bilal bin Rabah, Khabbab, keluarga Yassir, ‘Abdullah ibn Mas’ud. dll.

Dari sisi finansial Abu Bakar seorang saudagar, tentu akan lebih bisa membahagiakan Fatimah, sementara Ali? Hanya pemuda miskin dari keluarga miskin!

Melihat dən memperhitungkan hal ini, Ali ikhlas dən bahagia jika Fatimah bersama Abu Bakar, meskipun ia tak mampu membohongi perasaan di dalam hatinya yg ia sendiri tak mengerti, apakah mungkin itu yg namanya cinta?

Namun ternyata lamaran Abu Bakar ditolak oleh Fatimah sehingga hal ini menumbuhkan kembali harapannya. Ali kembali mempersiapkan diri, berharap dia masih memiliki kesempatan itu.

Dan ujian bagi Ali belum berakhir sampai disitu. Setelah Abu Bakar mundur, maka muncullah laki-laki nan gagah perkasa dən pemberani. Seseorang yg dgn masuk Islamnya mampu mengangkat derajat kaum muslimin, seorang laki-laki yg membuat syaitan berlari ketakutan dən musuh-musuh Allah bertekuk lutut di hadapannya. Seorang yg diberi gelar Al-Faruq.

Ya, dialah Umar ibn Al Khaththab. Pemisah antara kebenaran dən kebathilan juga datang melamar Fatimah.

Ali pun ridha jika Fatimah menikah dgn Umar, ia bahagia jika Fatimah bisa bersama dgn sahabat terbaik kedua Rasulullah, setelah Abu Bakar. Hal ini karena Rasulullah pernah mengatakan “Aku datang bersama Umar dən Abu Bakar”.

Namun kemudian Ali pun semakin bingung karena ternyata lamaran Umar ternyata ditolak.

Setelah itu menyusul Abdurahman bin Auf melamar sang putri dgn membawa 100 unta bermata biru dari Mesir dən 10.000 Dinar, dimana kalau diuangkan ke dalam rupiah berkisar Rp.55 Milyar. Dən lamaran bermilyar-milyar dari saudagar kaya itupun ditolak oleh Rasulullah.

Akan tetapi kekhawatiran Ali bin Abi Thalib belum berakhir sampai di situ karena ternyata sahabat yg lainpun pernah melamar sang Az Zahra. Usman bin Affan pernah memberanikan diri melamar sang putri, dgn mahar seperti yg dibawa oleh Abdurrahman bin Auf. Ia menegaskan bahwa kedudukannya lebih mulia di banding Abdurrahman bin Auf karena ia terlebih dahulu masuk Islam.

Tidak disangka tidak diduga, ternyata Rasulullahpun menolak lamaran Usman bin Affan.

Empat sahabat sudah memberanikan diri melamar sang Putri namun mereka semua ditolak oleh Rasulullah SAW.

“Mengapa bukan engkau saja yg mencobanya kawan?” Seru Sahabat Ali ra.
"Mengapa engkau tak mencoba melamar Fatimah? Aku punya firasat, engkaulah yg ditunggu-tunggu Baginda Nabi..”
“Aku?” Tanyanya tak yakin.
“Ya. Engkau wahai saudaraku!”
“Aku hanya pemuda miskin. Apa yg bisa aku andalkan?”
Sahabatnyapun menguatkan “Kami dibelakangmu, kawan!

Akhirnya Ali bin Abi Thalib pun memberanikan diri menjumpai Rasulullah utk menyampaikan maksud hatinya, meminang putri Nabi utk jadi istrinya. Awalnya beliau hanya duduk di samping Rasulullah dən lama tertunduk diam. Hingga Rasulullah bertanya: ”Wahai putra Abu Thalib, apa yg engkau inginkan?”

Sejenak Ali terdiam, dən dgn suara bergetar iapun menjawab, ”Ya Rasulullah, aku hendak meminang Fatimah” Mendengar jawaban Ali ini beliau SAW tidak terkejut. "Bagus, wahai Ibnu Abu Thalib, beberapa waktu terakhir ini banyak yg melamar putriku, tetapi ia selalu menolaknya, oleh karena itu, tunggulah jawaban putriku”

Kemudian Rasulullah meninggalkan Ali dən bertanya kepada putrinya. Ketika ditanya oleh ayahandanya, Fatimah hanya terdiam dən Rasulullah SAW menyimpulkan bahwa diamnya Fatimah sebagai tanda persetujuannya.

Rasulullah kemudian mendekati Ali dən bersabda "Apakah engkau memiliki sesuatu yg akan engkau jadikan mahar wahai Ali?

Alipun menjawab ”Orang tuaku yg menjadi penebusnya untukmu ya Rasulullah, tak ada yg aku sembunyikan darimu, aku hanya memiliki seekor unta utk membantuku menyiram tanaman, sebuah pedəng dən sebuah baju zirah dari besi”

Dengn tersenyum Rasulullah SAW bersabda: "Wahai Ali, tidak mungkin engkau terpisah dgn pedəngmu, karena dgnnya engkau membela diri dari musuh-musuh Allah SWT dən tidak mungkin juga engkau berpisah dgn untamu karena ia engkau butuhkan utk membantumu mengairi tanamanmu, aku terima mahar baju besimu, jual lah dən jadikan sebagai mahar utk putriku” Wahai Ali engkau wajib bergembira sebab Allah sebenarnya sudah lebih dahulu menikahkan engkau di langit sebelum aku menikahkan engakau di bumi" (Diriwayatkan oleh Ummu Salamah ra.)

Akhirnya, Ali bin Abi Thalib menjual baju besi tsb dgn harga 400 dirham dən menyerahkan uang tersebut kepada Rasulullah SAW. Nabipun membagi uang itu ke dalam 3 bagian. Satu bagian utk kebutuhan rumah tangga, satu bagian utk wewangian dən satu bagian lagi di kembalikan kepada Ali bin Abi Thalib sebagai biaya utk jamuan makan para tamu yg akan menghadiri walimah.

Setelah segala sesuatunya siap, dgn perasaan puas dən hati gembira, yg disaksikan oleh para sahabat, Rasulullah mengucapkan kata ijab pernikahan putrinya disambut ucapan qabul Sayyidina Ali Karromallahu Wajhah.

Nabi SAW bersabda: "Sesunguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku utk menikahkan Fatimah Putri Khadijah dgn Ali bin Abi Thalib, Maka saksikanlah sesunguhnya aku telah menikahkanya dgn mas kawin empat ratus dihram (nilai sebuah baju besi) dən Ali ridho (menerima permintaan) mahar tersebut.

Maka menikahlah Ali dgn Fatimah. Pernikahan mereka penuh hikmah walau diarungi bahtera kemiskinan materi duniawi. Bahkan di dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah sangat terharu melihat tangan Fatimah yg kasar karena harus menepung gandum utk membantu suaminya.

Di suatu malam, setelah kisah cinta mereka dihalalkan oleh Allah SWT, terjadilah dialog yg sangat menggetarkan. Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari setelah keduanya menikah, Fatimah berkata kepada Ali,

“Maafkan aku, karena sebelum menikah dgnmu, aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta kepada seorang pemuda dən aku ingin menikah dgnnya”, Ali pun bertanya mengapa Fatimah tak mau menikah dgnnya, dən apakah Fatimah menyesal menikah dgnnya. Sambil tersenyum Fatimah menjawab, “Pemuda itu adalah dirimu.”

Subhanallah, itu adalah pengakuan cinta pertama sekaligus terakhir, bernilaikan pujian terbaik dari seorang istri kpd suami, yg sangat membahagiakan hati suaminya. 

Ali dən Fatimah saling mencintai karna Allah. Mereka mencintai dalam diam, menjaga cintanya dalam ketulusan dən ketaatan, sehingga Allah satukan dalam ikatan suci pernikahan. Maa Syaa Allah.

Semoga Allah SWT mempertemukan kita dgn orang yg sunguh-sunguh mencintai kita seperti kisah cinta Fatimah dən Ali.

Aamiin Yaa Robbal Alamiin.

Anda sudah membaca kisah ini dari
Taman Baca Virtual.
Bacaan serupa bisa Anda temukan di Menu > Label > Kisah.
Terimakasih
Bagikan:

0 komentar:

ARSIP BULANAN

PEMBACA TBv

PEMBACA ONLINE