Kisah tentang meninggalkan yg haram akan didatangkan yg halal ini terjadi pada zaman Rasulullah SAW. Kisahnya sangat sedih tetapi sangat menyentuh hati. Orang zaman now bilang, bikin baper. Ingin tahu kisahnya? Yuk kita simak sama2!
Pada masa Rasulullah SAW, ada seorang sahabat bernama Abu Dujanah. Setiap selesai menjalankan shalat berjamaah Shubuh bersama Rasulullah, Abu Dujanah selalu tampak tidak sabar. Ia selalu terburu-buru pulang tanpa menunggu pembacaan do'a yg dipanjatkan Rasulullah hingga selesai.
Dikisahkan, Pada suatu waktu Rasulullah SAW mencoba meminta penjelasan kepada sahabat tersebut. "Hai anak muda, apakah kamu ini tidak punya permintaan yg perlu kamu sampaikan pada Allah sehingga kamu tidak pernah menungguku hingga selesai berdo'a. Kenapa kamu buru-buru pulang begitu? Ada apa?” tanya Rasulullah. Abu Dujanah menjawab, “Anu Rasulullah, kami punya satu alasan.”
“Apa alasanmu? Coba kau kutarakan!” Begitu perintah Rasulullah. Lalu Abu Dujanah memulai mengutarakan alasannya. “Begini, rumah kami berdampingan persis dgn rumah seseorang. Di atas pekarangan rumah milik orang, tetangga kami tersebut, terdapat satu pohon kurma yg tingi, dahannya menjuntai ke rumah kami. Setiap kali ada angin bertiup di malam hari, kurma-kurma tetanggaku itu biasanya berjatuhan, fən masuk ke rumah kami.”
“Ya Nabi, kami adalah keluarga orang tak punya. Anakku sering kelaparan karena kurang makan. Saat anak-anak kami bangun, apa pun yg didapat, mereka makan. Oleh karena itu, setiap selesai shalat, kami selalu bersegera pulang sebelum anak-anak kami terbangun. Maka kami kumpulkan kurma-kurma milik tetangga kami yg berceceran di rumah, lalu kami hantarkan kepadanya selaku pemiliknya...
Pernah suatu waktu kami agak terlambat pulang. Kami dapati anakku sudah terlanjur makan kurma yg tercecer di rumah. Mata kepala kami menyaksikan sendiri hal tersebut. Tampak ia sedang mengunyah kurma basah di dalam mulutnya. Rupanya ia habis memungut kurma yang telah jatuh di rumah kami semalam.”
"Mengetahui hal itu, lalu jari-jari tangan ini kami masukkan ke mulut anak kami utk mengeluarkan apa pun yg ada di mulutnya. Kami katakan, ‘Nak, janganlah kau permalukan ayahmu ini di akhirat kelak.’ Anakku menangis, kedua pasang kelopak matanya meneteskan air mata karena sangat kelaparan."
"Wahai Baginda Nabi, kami juga katakan kepada anak kami, ‘Hingga nyawamu lepas pun, aku tidak akan rela meninggalkan harta haram masuk dalam perutmu. Seluruh isi perut yg haram itu, akan aku keluarkan dan akan aku kembalikan bersama kurma-kurma yg lain kepada pemiliknya yg berhak’.”
Mendengar alasan Abu Dujanah yg lugas itu, pandangan mata Rasulullah SAW sontak berkaca-kaca, lalu butiran air mata mulianya berderai tak tertahankan.
Akhirnya Rasulullah SAW mencoba mencari tahu siapa sebenarnya pemilik pohon kurma sebagaimana yg dikisahkan Abu Dujanah dalam pemaparan terurai di atas. Abu Dujanah pun menjelaskan, bahwa pohon kurma tersebut adalah milik seorang laki-laki munafik.
Maka Rasulullah Muhammad SAW mengundang pemilik pohon kurma tersebut. Lalu beliau mengatakan, “Bisakah tidak jika aku minta kamu menjual pohon kurma yg kamu miliki itu? Aku akan membelinya dgn sepuluh kali lipat dari pohon kurma itu. Pohonnya terbuat dari batu zamrud berwarna biru. Disirami dengan emas merah, tangkainya dari mutiara putih. Di situ tersedia bidadari yg cantik jelita sesuai dgn hitungan buah kurma yg ada.” Begitu Rasulullah SAW memberikan penawaran.
Lelaki yg dikenal sebagai orang munafik ini lantas menjawab dgn tegas, “Saya tak pernah berdagang memakai sistem jatuh tempo. Saya tidak mau menjual apa pun kecuali dgn uang kontan dan tidak pakai janji kapan dən kapan.”
Tanpa sepengetahuan Rasulullah dan Abu Dujanah, ternyata Abu Bakar mendengar inti pembicaraan mereka. Maka Abu Bakar as-Shiddiq RA segera mendatangi mereka dən berkata, “Ya sudah, aku beli pohon kurma tuan dgn sepuluh kali lipat dari pohon kurma milik tuan yg jenisnya belum ada di kota ini, lebih bagus dən lebih mahal.”
Si lelaki munafik berkata kegirangan, “Baik, ya sudah, kalau demikian aku jual pohon kurma kami kepada Anda.” Abu Bakar menyahut, “Bagus, aku beli.”
Setelah sepakat, Abu Bakar menyerahkan 10 pohon kurma kepada Abu Dujanah, sesuai kesepakatan di atas.
Rasulullah SAW kemudian bersabda, “Hai Abu Bakar, biarkan aku yg menanggung gantinya untukmu.” Mendengar sabda Nabi ini, Abu Bakar menyetujuinya. Begitu pula Abu Dujanah.
Dikisahkan, bahwa si lelaki munafik itu segera berlalu meninggalkan ketiganya. Ia berjalan mendatangi istrinya. Lalu mengisahkan kejadian yang baru saja dialami. Dengan girang ia berkata kepada istrinya: “Aku telah mendapat untung banyak hari ini. Aku dapat sepuluh pohon kurma yg lebih bagus dari pohon kurma kita. Padahal kurma yg aku jual ini masih tetap berada di pekarangan rumahku. Aku akan memakannya dulu dan tidak akan pernah aku berikan kepada tetangga kita itu sedikit pun.” Istrinya hanya manggut-manggut seraya mengiyakan ucapan suaminya.
Waktu terus berputar seiring beredarnya mentari ke ufuk barat. Dən malam pun tiba. Singkat cerita - ringkas kisah, akhirnya si lelaki munafik itu tidur dgn pulasnya, entah karena mimpi apa yg dialaminya. Hingga tak terasa pagi pun menyapa.
Di pagi hari itu, ternyata ia melihat secara jelas, tiba-tiba pohon kurma yg ia miliki berpindah tempat, menjadi berdiri kokoh di atas tanah milik Abu Dujanah. Anehnya lagi, tanah bekas tumbuhnya pohon kurma itu seolah-olah tak pernah sekalipun ditumbuhi pohon tersebut. Tempat asal pohon itu tumbuh, rata dengan tanah, mulus tanpa bekas. Ia keheranan tiada tara, tapi apalah daya, ia harus mengadu ke siapa.
Begitulah kisah tentang Abu Dujanah dən keluarganya yg mati-matian meninggalkan harta haram namun akhirnya didatangkan harta yg halal.
Dari kisah ini, mari kita ambil pelajaran:
1. Sahabat Rasulullah sangat berhati-hati dalam menjaga diri dan keuarganya dari memakan harta haram.
2. Orang yg betul-betul bertakwa maka Allah yg memberinya jalan solusi.
3. Orang yg berserah diri kepada Allah maka Allah yg menjamin kecukupan rezekinya.
4. Orang yg munafik yg diberi harta hanya sebagai istidraj semata, tampak mempesonanya tetapi sebenarnya menyiksanya.
Sumber referensi:
(I’anatuth Tholibin, Juz 3, Halaman 293, Abu Bakar bin Muhammad Syatho ad Dimyati, Wafat 1302 H, Beirut, Lebanon, 1997)
0 komentar:
Post a Comment